"Sampoerna", tanpa sadar aku mengucap kata ambigu yang mewakili kesan pertamaku melihatnya. Pria dewasa dengan kombinasi mata tajam, hidung mancung dihiasi dengan bulu-bulu halus di wajahnya.
"Hah? kenapa?", tanyanya biasa, tanpa rasa.
"Ah, enggak. Itu rokoknya", lidahku dengan sigap mengendalikan ketakutanku sendiri. Aku takut dia sadar bahwa diam-diam aku telah mengaguminya.
"Oh gw kira apaan. Btw, gapapa kalo gw ngerokok?" tanyanya sembari memilih sebuah rokok diantara batang lainnya.
"Santai aja, gw udah biasa kok. Bokap nyokap gw ngerokok" jelasku seraya menunduk, malu memandang tangannya yang berbulu.
"Emang lo enggak ngerokok? Kalo lo ngerokok, ambil aja. Nih"
"No, thanks"
"Oh yaudah"
Minggoe ketiga, boelan Delapan
Lapo Tondongta, Senayan
*****
Namanya Christian.
Karyawan sebuah perusahaan swasta yang bergerak di Bidang Tehnik Informatika, alumni kampusku.
Kami memulai perkenalan di bulan Januari, diperkenalkan oleh salah seorang dosenku yang kebetulan merupakan rekan sekantornya. Perkenalan kami biasa saja, tiada yang istimewa. Meski pada saat itu, aku sedang terluka dengan seseorang di masa lalu-
Tak terasa, Januari perlahan menenggelamkan Juli, hingga akhirnya kami berjumpa dengan Agustus. Kali ini, aku sengaja membiarkan sang waktu memerankan egonya sendiri. Semenjak pertemuan singkat kemarin, aku kian tak sabar menantikan detik-detik terbenamnya sang surya. Meski aku harus menanggung malu ketika bertemu langit saat ia menjelma biru tua berhiaskan rembulan dan bintang-malam. Aku tahu. Mereka pun tahu bahwa...
Aku sedang -
Sosok humorisnya menjadi tamu istimewa tanpa narasi dalam setiap malamku. Suaranya yang berat, diam-diam mendekap kesunyian hatiku, hingga benar-benar lenyap. Percakapan bodoh yang kerap membuat kami kian akrab. Celakanya ! Aku lupa bahwa kami baru kenal..
Aku tahu ini gila. Bagaimana bisa aku merasakan kenyamanan dari sosok yang kerap memanggilku SPAM ?
Comments
Post a Comment