Akhirnya, kali ini giliran saya yang mendapat jatah menjawab pertanyaan klasik dari keluarga besar. Pertanyaan yang kerap membuat telinga memerah lantaran bingung mencari jawaban.
"Udah ada calonnya belum? Kalau udah, jangan diundur-undur. Tunggu apa lagi? Kamu sudah bekerja. Nikah ajalah. Jangan terlalu mencari kecocokan, kalau kamu nunggu kecocokan sampai 100% mah nggak akan dapet. Cari yang 60% aja cukup. Kan manusia nggak ada yang sempurna"
Sebenarnya, saya sudah tahu jawabannya. Siapa juga yang mau betah berlama-lama mencari partner hidup?
Suatu saat, Mama meminta saya untuk tidak terlalu fokus mencari pasangan hidup bersuku Batak, yang penting seIman. Namun permintaan tersebut saya tepis lantaran saya sangat yakin suatu saat saya mendapatkan pasangan hidup yang seSuku dan seIman. Menyikapi hal tersebut, saya bercerita kepada salah satu teman saya, Oki. Kontan Oki pun sependapat dengan Mama.
Oki : "Ni, sekarang gw tanya deh. Lo udah berapa kali pacaran sama orang Batak? Ada yang sukses nggak?"
Saya : "Dari pertama kali gw kenal dunia pacaran, selalu sama cowo Batak. Iya sih, nggak ada satu pun yang sukses. Kalau sukses, gw pasti udah nikah sekarang."
Oki : "Nah kan, nggak ada yang sukses kan? Udahlah, lo nggak usah cari yang Batak melulu. Kalau TUHAN menakdirkan lo bukan sama yang Batak gimana? Yang penting seIman Ni. Lo harus ubah mindset lo ! Udah deh, mendingan Rabu nanti lo ikut gw ketemu keluarganya Cowo gw. Gw kenalin ke salah satu sepupunya. Mereka emang bukan tipe lo, mereka Nigeria. Gw sih nggak memaksa lo untuk jadian, seenggaknya lo cobain dulu deh kenal sama yang beda, itung-itung belajar English."
Singkat cerita, saya menyetujui tawaran Oki dan kami pun sepakat menggauli malam di sebuah Beer House. Mengingat stereotype tentang pria Nigeria, saya pun mengenakan pakaian yang serba tertutup, sopan. Dan benar, Kekasihnya Oki yang berwarga negara Nigeria, Frank, membawa sepupunya yang bernama Paschal.
Kesan pertama saya tentang Paschal, Paschal romantis. Dia menarik bangku ketika saya ingin duduk. Tidak sampai disitu saja, Paschal menuangkan bir ke gelas saya. Malam itu, kami bicara banyak hal mengenai Indonesia dan Nigeria. Beberapa kali terlontar dari bibir Paschal kalimat-kalimat yang mengutarakan bahwa saya cantik. Dari gelagatnya, saya menangkap signal ketertarikannya pada saya namun saya tidak menanggapi lantaran saya sama sekali tidak tertarik padanya. Fisik. Jahat sih kedengarannya, tapi yah itulah jawaban jujur saya.
Ada satu percakapan yang masih terngiang di benak saya. Tiba-tiba Paschal bertanya suatu hal ....
Paschal : "Ni, I wanna ask you about something."
Saya : "What's that?"
Paschal : "My friend told me that Bataknese have to marry with Bataknese too. Is it right?"
Mendengar pertanyaan tersebut, saya terkejut. Kok Paschal bisa tahu. Secara, Paschal baru menetap di Indonesia selama Lima bulan.
Saya : "How could you know about that?"
Paschal : "Hey, I need your answer. You just say yes or not."
Saya : "It's so funny for me. African man like you know about that."
Paschal : "Hey, I need your answer. You just say yes or not. That's so simply. Right?"
Wah, Paschal terlihat ngotot. Lantaran saya tidak ingin mengecewakan Paschal, saya pun berdalih.
Saya : "That's true. But, my parent's are democrate people. They're open minded and give me a freedom to marry with other community, not only with Bataknese too."
Paschal : "Oh, sounds good. And how about you? Would you marry with Bataknese too?"
Saya pun menimpalinya dengan senyuman meski dalam hati 'Yes Paschal, I'm still waiting for Bataknese man. Sorry'
Dari percakapan tersebut, ada kekaguman dalam diri saya tentang suku Batak. Orang Africa saja bisa tahu tentang itu. HIDUP BATAK !
Comments
Post a Comment