Ku kenakan topeng yang besar, ku pakai Jubah yang hitam dan panjang, aku melompat dan berlari.. Tapi apa aku bisa bersembunyi dari diri ku sendiri?
"Butet, Aku udah nggak kuat. Kepala aku sakit. Kamu aku tinggal sendirian disini nggak apa-apa ya. Kamu takut sendirian nggak?"
"Nggak apa-apa, Ci."
"Wedeh, kamu pemberani juga ya. Bener nih? Ini udah malem loh."
"Ci, aku tuh bukan cewe yang penakut, apalagi sama yang namanya Hantu. Beneran deh, Cici istirahat aja."
"Yaudah, Aku pulang ya. Itu tugasnya jangan lupa dikerjain di rumah."
"Iya Ci, aku begadang deh."
18.00 WIB
Kantor (Saya dan Ci Lidya, Head)
*****
Percakapan terakhir dengan Head saya. Semula, Ci Lidya (panggilan akrab saya pada beliau) menemani saya menuntaskan tulisan lantaran deadline. Kalau boleh jujur sih, saya risih ditungguin seperti itu. Saya paling nggak suka kalau mengerjakan hal yang bersifat serius harus dilihat apalagi diawasi. Itulah sebabnya, kebanyakan teman-teman saya melihat saya hidupnya selalu santai. Karena memang, saya paling malas kalau harus ber-akting sok serius depan orang-orang. Saya butuh space untuk melakukan berbagai hal dengan sendirian. Ya sendirian.
Bicara ketakutan, saya tipikal yang tidak takut sendirian. Misal, pulang malam harus menggunakan angkutan umum sendirian, pergi ke tempat gelap sendirian, memasuki sebuah komunitas tanpa ada yang saya kenal, atau bahkan menyebrang jalan raya perempatan slipi yang notabene rawan pun saya tidak takut. Yah sebatas itu, saya tidak takut.
Namun dibalik itu semua, ada satu hal yang membuat saya takut. Sifat KEPO saya. Ya, saya termasuk seseorang yang KEPO, sifat keingintahuan saya sangat tinggi. Sebenarnya sih, sifat ini bermata dua, bagai mata pisau. Mengandung nilai positif dan negatif. Positifnya, dosen-dosen di kelas saya menjadi dekat bahkan akrab dengan saya lantaran saya kerap bertanya (aktif) di kelas. Tidak hanya sebatas di kelas saja, namun saya juga kerap menjadi penyusup di kelas lain hanya karena haus ilmu. Itu dulu, saat kuliah. Namun sekarang, agak mengendur lantaran saat ini saya sudah bekerja.
Oke, itu bicara positifnya. Sekarang kita bicara negatifnya. Negatifnya adalah saya kerap menjadi Miss Stalker. Saya merasa sangat bersahabat dengan google. Insiden naas terakhir yang menimpa diri saya adalah saya meng-stalk twitternya Christian. Pada saat itu, bekas kekasihnya me-mention. Nah, disitulah beberapa dakwaan terangkum dalam pikiran saya.
Iseng pertama sudah selesai. Lantaran jari saya masih gatal, saya pun segera meluncur ke twitter bekas kekasihnya tersebut. Jejejeng ! Tara, dakwaan saya benar. Perempuan itu sedang falling in love. Yah seperti CLBK.
KREK !
Saya diam. Jantung berdegup sangat amat kencang. Bibir pun enggan menutup. Berbagai mantra terlintas. Emosi pun menjadi tamu. Saya ingin marah. Meluapkan segala emosi. Menuding Christian dengan beribu pertanyaan. Namun, satu hal yang saya ingat (untungnya). Christian bukanlah milik saya. Dan saya simpulkan, saya yang harus mundur.
Prinsip saya, setiap manusia berhak bahagia dengan caranya masing-masing. Namun bukan berarti saya harus merenggut kebahagiaan oranglain demi merealisasikan kebahagiaan saya sendiri. Itu adalah kebahagiaan yang egois. Meski pada kenyataannya, kebahagiaan yang kita miliki kerap mengintimidasi oranglain dan membuatnya menderita.
Sudahlah. Toh saya tidak memiliki hak apapun. Yang dapat saya lakukan saat ini hanyalah menciptakan kebahagiaan sendiri dengan cara bersembunyi. Menenggelamkan diri. Sampai benar-benar merasa nyaman dalam singgasana yang terkadang semu.
Saya meng-non aktif-kan facebook dan twitter. Cara ini lumayan ampuh. Meski tidak sepenuhnya berhasil. Segala sesuatu pasti akan terjawab oleh sang waktu. Namun cukup membantu kemelut hati saya yang sedang kalut.
Saya lekas menghapus pertemanan saya dengan Christian dan kontaknya dari handphone saya. Bukan benci, bukan. Hanya saja saya takut melukai hati sendiri dengan kabar terbaru tentang dirinya dengan sosok wanita yang tidak ingin saya dengar, saya lihat, saya rasakan dan saya pikirkan. Bahkan untuk mencari namanya dalam google pun, saya sekuat hati menahan rasa, kepo.
Tapi yah, seperti yang sempat saya utarakan tadi. Sangat sulit bersembunyi dari diri sendiri. Saya lupa bahwa setiap hari saya harus ke stasiun. Ya, stasiun. Itulah sebabnya saya enggan pulang teng go seperti kebanyakan rekan. Saya cenderung memilih untuk pulang agak larut. Pasalnya, jika saya pulang tepat waktu, saya harus menyaksikan langit menjadi jingga. Dan saat itulah, saya harus menyeret memori pada pertemuan pertama kali dengan Christian, saya takut.
Oh iya, satu hal lagi yang saya akui, saya lelah. Lelah menahan rindu. Tidak bisa dipungkiri, terkadang saya rindu. Rindu bercerita tentang hari-hari yang sederhana. Tapi saya hanya mampu memendamnya sendirian. Mungkin terdengar gengsi, tapi nggak juga ah. Kembali lagi ke awal, saya tidak ingin melukai diri sendiri. Jadi, saya lebih baik menutup mata, kemudian menarik napas dan bicara dalam hati :
Hey, pria bermata tajam, berhidung mancung dan ditumbuhi bulu-bulu halus di wajah, apa kabar? Saat ini kau sudah bekerja di kantor baru ya? Selamat ya. Sudah lama aku tak mendengar cerita harimu. Hemp, begini. Mungkin kau sudah muak dengan caraku yang seperti ini. Lebih memilih bersuara dalam bilik dibandingkan harus mengatakan langsung kepadamu. Pecundang memang. Tapi kumohon, nikmatilah. Perkara nantinya kau akan menertawakan atau justru kau sendiri yang membuka mata hatimu, itu hakmu. Namun yang pasti, inilah aku. Perempuan berbetis besar yang telah memilih bersembunyi. Sudah pernah kau dengar kisahku dengan cinta yang terdahulu kan? Terima kasih telah mengembalikan kepercayaan diriku dengan kehadiranmu. Dulu kau pernah berkata padaku bahwa "kau terbuka masalah pekerjaan hanya padaku". Yakinlah Christian, kau akan menemukan perempuan lain yang akan jauh lebih memahami kau dibandingkan aku. Aku adalah manusia yang jauh dari kata sempurna dan aku yakin kau tahu apa yang kumaksud. Terima kasih telah mengajarkan aku bagaimana seharusnya bersikap dewasa dengan cara-caramu yang tersembunyi. Terima kasih telah menemani saat penyusunan skripsi. Terima kasih telah mengajarkan aku betapa berharganya sebuah penantian dan kesabaran. Terima kasih telah menjadi pengunjung setia blogku yang sederhana ini. Dan yang terakhir, jika kau memang tidak memiliki rasa sama sekali terhadapku, aku akan sangat amat berterima kasih jika kau memilih untuk tidak menanyakan kabarku lagi karena itu akan sangat amat membantuku untuk melupakanmu dan menghapus rasa kecewaku. Sekarang aku sadar bahwa kau bukanlah sosok pria jahat, hanya saja aku yang menaruh harapan berlebihan dari setiap caramu. Maafkan aku.
Hey, pria bermata tajam, berhidung mancung dan ditumbuhi bulu-bulu halus di wajah, apa kabar? Saat ini kau sudah bekerja di kantor baru ya? Selamat ya. Sudah lama aku tak mendengar cerita harimu. Hemp, begini. Mungkin kau sudah muak dengan caraku yang seperti ini. Lebih memilih bersuara dalam bilik dibandingkan harus mengatakan langsung kepadamu. Pecundang memang. Tapi kumohon, nikmatilah. Perkara nantinya kau akan menertawakan atau justru kau sendiri yang membuka mata hatimu, itu hakmu. Namun yang pasti, inilah aku. Perempuan berbetis besar yang telah memilih bersembunyi. Sudah pernah kau dengar kisahku dengan cinta yang terdahulu kan? Terima kasih telah mengembalikan kepercayaan diriku dengan kehadiranmu. Dulu kau pernah berkata padaku bahwa "kau terbuka masalah pekerjaan hanya padaku". Yakinlah Christian, kau akan menemukan perempuan lain yang akan jauh lebih memahami kau dibandingkan aku. Aku adalah manusia yang jauh dari kata sempurna dan aku yakin kau tahu apa yang kumaksud. Terima kasih telah mengajarkan aku bagaimana seharusnya bersikap dewasa dengan cara-caramu yang tersembunyi. Terima kasih telah menemani saat penyusunan skripsi. Terima kasih telah mengajarkan aku betapa berharganya sebuah penantian dan kesabaran. Terima kasih telah menjadi pengunjung setia blogku yang sederhana ini. Dan yang terakhir, jika kau memang tidak memiliki rasa sama sekali terhadapku, aku akan sangat amat berterima kasih jika kau memilih untuk tidak menanyakan kabarku lagi karena itu akan sangat amat membantuku untuk melupakanmu dan menghapus rasa kecewaku. Sekarang aku sadar bahwa kau bukanlah sosok pria jahat, hanya saja aku yang menaruh harapan berlebihan dari setiap caramu. Maafkan aku.
Comments
Post a Comment